Budaya Memanggil Gelar Haji atau Gelar Akademis

by - Oktober 26, 2023

 

Mengenal Budaya Memanggil Orang dengan Gelar Haji atau Akademis di Indonesia dan Dampaknya

Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan tradisi. Salah satu budaya yang menarik untuk dikaji adalah budaya memanggil orang dengan gelar haji atau akademisnya. Budaya ini berkaitan dengan penghargaan dan penghormatan terhadap orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji atau memiliki prestasi akademik. Namun, budaya ini juga memiliki beberapa efek negatif dari sisi sosial dan agama. Artikel ini akan membahas asal-usul, makna, dan dampak dari budaya memanggil orang dengan gelar haji atau akademis di Indonesia.

Budaya memanggil orang dengan gelar haji atau akademis di Indonesia adalah budaya yang berkaitan dengan penghargaan dan penghormatan. Namun, budaya ini juga memiliki efek negatif dari sisi sosial dan agama. Simak ulasan lengkapnya di sini.

Pengertian Budaya Memanggil Orang dengan Gelar Haji atau Akademis

Budaya memanggil orang dengan gelar haji atau akademis adalah budaya yang mengharuskan atau menghendaki seseorang untuk menyebut nama orang lain dengan menyertakan gelar haji atau akademisnya. Gelar haji adalah gelar yang diberikan kepada orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji, yaitu perjalanan suci ke kota Mekkah, Arab Saudi, yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Gelar akademis adalah gelar yang diberikan oleh suatu lembaga pendidikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan suatu program studi di bidang ilmu tertentu.

Budaya ini bermaksud untuk memberi penghargaan dan penghormatan kepada orang-orang yang telah menunjukkan prestasi religius atau pendidikan. Orang-orang yang memiliki gelar haji atau akademis dianggap sebagai orang-orang yang berilmu, berbakti, dan berjasa bagi masyarakat. Oleh karena itu, mereka layak mendapat perlakuan khusus dan hormat dari orang lain.

Asal-Usul Budaya Memanggil Orang dengan Gelar Haji

Budaya memanggil orang dengan gelar haji berasal dari masa penjajahan Belanda, yang memberlakukan peraturan untuk memberi gelar haji kepada orang-orang yang telah berhaji agar mudah diawasi dan dikendalikan. Pada saat itu, orang-orang yang berhaji harus melapor kepada pemerintah kolonial dan mendapatkan surat izin untuk kembali ke tanah air. Surat izin ini disebut pas haji, yang berisi nama, asal, dan gelar haji seseorang. Orang-orang yang memiliki pas haji ini kemudian dipanggil dengan sebutan pak haji (untuk laki-laki) atau ibu haji (untuk perempuan).

Namun, seiring dengan perkembangan zaman, gelar haji menjadi simbol kebanggaan dan kehormatan bagi orang-orang yang telah melaksanakan rukun Islam kelima tersebut . Ibadah haji merupakan perjalanan suci ke kota Mekkah, Arab Saudi, yang mengandung nilai-nilai spiritual, sosial, dan politik yang tinggi. Orang-orang yang telah berhaji diharapkan dapat menjadi teladan bagi masyarakat dalam hal akhlak, ilmu, dan amal. Oleh karena itu, gelar haji menjadi salah satu bentuk pengakuan atas prestasi religius seseorang. Budaya memanggil orang dengan gelar haji ini juga mencerminkan sikap hormat dan sopan santun masyarakat Indonesia terhadap sesama.

Asal-Usul Budaya Memanggil Orang dengan Gelar Akademis

Budaya memanggil orang dengan gelar akademis adalah budaya yang berkaitan dengan penghargaan dan penghormatan terhadap orang-orang yang memiliki pencapaian pendidikan tinggi. Gelar akademis adalah gelar yang diberikan oleh suatu lembaga pendidikan kepada seseorang yang telah menyelesaikan suatu program studi di bidang ilmu tertentu. Gelar-gelar akademis yang umum di Indonesia antara lain sarjana (S1), magister (S2), doktor (S3), profesor (guru besar), dan sebagainya. Gelar-gelar ini menunjukkan kompetensi dan kredibilitas seseorang di bidangnya masing-masing.

Budaya memanggil orang dengan gelar akademisnya berasal dari sistem pendidikan Barat, khususnya Eropa dan Amerika Serikat, yang dianut oleh Indonesia sejak masa kolonialisme sampai sekarang. Di Eropa Barat, profesor adalah gelar akademik tertinggi di suatu perguruan tinggi . Gelar ini diberikan kepada orang-orang yang memiliki kualifikasi dan pengalaman akademik yang tinggi, serta berkontribusi dalam bidang penelitian dan pengajaran. Orang-orang yang memiliki gelar profesor biasanya dipanggil dengan sebutan Profesor atau Professor, diikuti dengan nama depan atau nama belakang mereka. Misalnya, Profesor John Smith atau Professor Smith. Di Amerika Serikat, ada dua jenis gelar sarjana yang bisa dipilih, yakni Associate Degrees dan Bachelor Degrees. Sedangkan, gelar pascasarjana yang tersedia adalah Academic/Research dan Professional . Gelar-gelar ini mengacu pada tingkat pendidikan dan spesialisasi seseorang di suatu bidang ilmu atau profesi. Orang-orang yang memiliki gelar akademis biasanya dipanggil dengan sebutan Mr., Mrs., Ms., atau Dr., diikuti dengan nama belakang mereka. Misalnya, Mr. Jones, Mrs. Smith, Ms. Lee, atau Dr. Brown.

Budaya memanggil orang dengan gelar akademisnya kemudian diadaptasi oleh masyarakat Indonesia dengan penyesuaian bahasa dan budaya lokal. Orang-orang yang memiliki gelar akademis biasanya dipanggil dengan sebutan Bapak, Ibu, Saudara, atau Saudari, diikuti dengan gelar dan nama belakang mereka. Misalnya, Bapak Sarjana Ahmad, Ibu Magister Rina, Saudara Doktor Budi, atau Saudari Profesor Siti. Budaya ini menjadi salah satu bentuk pengakuan atas prestasi pendidikan seseorang.

Efek Negatif Budaya Memanggil Orang dengan Gelar Haji atau Akademis

Meskipun budaya memanggil orang dengan gelar haji atau akademisnya memiliki makna positif sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan, budaya ini juga memiliki beberapa efek negatif dari sisi sosial dan agama. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  • Dari sisi sosial, budaya ini dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara orang-orang yang memiliki gelar haji atau akademis dengan orang-orang yang tidak memiliki gelar tersebut. Orang-orang yang memiliki gelar mungkin merasa lebih superior, berhak, atau berkuasa daripada orang-orang yang tidak memiliki gelar. Orang-orang yang tidak memiliki gelar mungkin merasa rendah diri, terpinggirkan, atau terdiskriminasi oleh orang-orang yang memiliki gelar . Hal ini dapat mengganggu hubungan sosial antara sesama anggota masyarakat dan menimbulkan rasa iri, dengki, atau benci.
  • Dari sisi agama, budaya ini dapat menimbulkan kesombongan atau riya pada orang-orang yang memiliki gelar haji atau akademis. Orang-orang yang memiliki gelar mungkin merasa lebih dekat dengan Tuhan, lebih taat, atau lebih berjasa daripada orang-orang yang tidak memiliki gelar. Orang-orang yang tidak memiliki gelar mungkin merasa kurang beriman, kurang beruntung, atau kurang mendapat rahmat dari Tuhan Hal ini dapat mengganggu hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan dan menimbulkan rasa sombong, ujub, atau takabur.
  • Dari sisi sosial dan agama, budaya ini dapat menimbulkan konflik atau perpecahan antara orang-orang yang memiliki gelar haji atau akademis dengan orang-orang yang tidak memiliki gelar. Orang-orang yang memiliki gelar mungkin merasa lebih berhak untuk memimpin, mengatur, atau mengkritik orang-orang yang tidak memiliki gelar. Orang-orang yang tidak memiliki gelar mungkin merasa tidak dihargai, tidak dihormati, atau tidak didengarkan oleh orang-orang yang memiliki gelar . Hal ini dapat mengganggu kerjasama dan solidaritas antara sesama umat Islam dan menimbulkan rasa saling curiga, bermusuhan, atau bertentangan.

Kesimpulan

Budaya memanggil orang dengan gelar haji atau akademis di Indonesia adalah budaya yang berkaitan dengan penghargaan dan penghormatan terhadap orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji atau memiliki prestasi akademik. Budaya ini berasal dari masa penjajahan Belanda dan sistem pendidikan Barat yang dianut oleh Indonesia sejak masa kolonialisme sampai sekarang. Budaya ini memiliki makna positif sebagai bentuk pengakuan atas prestasi religius dan pendidikan seseorang. Namun, budaya ini juga memiliki efek negatif dari sisi sosial dan agama, seperti kesenjangan sosial, kesombongan, dan konflik. Oleh karena itu, perlu ada kesadaran dan keseimbangan dalam menggunakan gelar haji atau akademis sebagai panggilan bagi sesama anggota masyarakat.

You May Also Like

0 komentar